Sunday, May 22, 2011

Cenat Cenut Cari Cequlah

Judulnya ABG banget, plus maksa. Biarin deh, orang bingung memang biasanya garing.

Begini lho...saya mau cerita betapa susahnya nyari sekolah yang sreg di hati dan pas di kantong. Walaupun saya tahu tidak ada yang sempurna tapi namanya berharap ya pengennya ada yang mendekati kriteria 90% lah.
Setelah mencari kian kemari, survey sana survey sini....akhirrrrnya saya BELUM memutuskan juga dimana Bodhi akan masuk TK.
Masalahnya bukan uang (sombongnya...) tapi masalahnya kok mahal-mahal semua ya sekolah yang saya PIKIR bagus.
Sebenarnya saya sudah punya kriteria yang setidaknya membuat saya merasa lebih mudah untuk menentukan sekolah mana saja yang akan saya survey. Tapi itu ternyata hanya perasaan saya saja, kenyataannya tetap saja susah!! Saya cari sekolah yang dekat rumah, yang paling lama (sudah dihitung kena macet di lampu merah) 30 menitlah ditempuh dengan kendaraan. Kalau ada yang bisa ditempuh dengan jalan kaki, oooh lebih bagus lagi. Tapi sayangnya tidak ada sekolah yang kami minati yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau bersepeda. Padahal aslinya saya ini suka banget jalan kaki lho. Jadi saya membayangkan kalau sekolahnya deket, saya bisa gandeng tangan Bodhi saat ke sekolah, sambil cerita-cerita. Indah dan hemat juga sehat kan???
Dari kriteria dekat rumah itu,saya persempit lagi ke biaya masuk dan uang SPP bulanan. Hasilnya luar biasa, pilihan saya memang makin sedikit. Tapi bukan makin mudah, malah makin puyeng. Dari sekolah-sekolah yang sudah saya kunjungi, secara biaya ok lah kami perhitungkan kami sanggup membayarnya, setidaknya kami pasti akan berusaha melunasi SPP nya tiap bulan tepat waktu. Tapi dari aura nya, saya belum nemu yang pas di hati. Duh ini nyari sekolah kok pake aura-aura segala ya. Tapi ya begitu deh, susah dingomonginnya, ibaratnya nyari jodoh kok belum ada yang klik di hati. Secara fasilitas, yaaaa tahu dong gimana sekolah-sekolah itu berpromosi. Rata-rata bergedung bagus, punya kolam renang, punya lab komputer. Kalau punya kolam renang dan lapangan bermain luas, terus terang itu nilai plus buat saya. Tapi kalo lab komputer, saya ngerasa nggak perlu-perlu amat. Playgroundnya juga rata-rata OK. Dan fasilitas ini yang paling disukai Bodhi saat diajak ikut survey. Jadi kalo ada yang kasi nasehat, dilihat aja anaknya gimana...kalo dia happy berarti dia cocok di sekolah itu. Yaaaa ini dia yang susah, Bodhi happy semua tuh soalnya semua punya playground dengan kebanyakan mainan yang tentunya nggak ada di rumah, ya jelaslah dia happy wkwkwkwk.
Nggak adil rasanya kalo saya cuma bilang bahwa saya nggak klik tanpa mencoba menjelaskan lebih detail tentang sekolah-sekolah yang sudah saya kunjungi.
Baiklah kita mulai dari sekolah A, yang sebenarnya biaya cukup terjangkau, dekat rumah, fasilitas fisik memadai banget, tapi sekolahnya berbasis agama tertentu. Hmmm saya kurang klop sama sekolah berbasis agama, karena saya ya percayanya pendidikan agama itu sebaiknya di rumah dan keluarga, kalau di luar rumah biarlah dia bergaul dengan beraneka ragam kepercayaan. Itu pendapat saya lho, jadi jangan marah buat yang lebih memilih sekolah berbasis agama untuk anaknya. Tiap orang punya pertimbangan sendiri kan?? Yuuukkk salaman dulu...
Kalau sekolah B, biaya lebih mahal dari sekolah A tapi dia nggak berbasis agama. Cuma pas kesana saya ketemu dengan para asisten-asisten guru yang 'dipaksa' berbahasa inggris sementara kemampuan mereka pas-pas an. Kalau yang begini, bukannya bahasa inggris anak saya nanti malah kacau ya. Mendingan berbahasa indonesia aja, nanti di kursus aja atau pas kelas bahasa dia berbahasa inggris atau mandarin atau bali atau apalah. Trus saya lihat kok wajah para asisten itu nggak fresh, nggak bahagia, seperti belum gajian gitu. Maafkan kalau saya menghakimi dengan sekali melihat saja, tapi wajah yang ceria yang bahagia itu biasanya langsung terlihat begitu kita ketemu pertama kali bukan? Orang tersenyum palsu aja kadang kita bisa tahu kok. Nah kalau mereka sendiri nggak bahagia, gimana mereka bisa membuat anak saya bahagia???? Dan untuk dicatat, saya memang ingin anak saya bersekolah di tempat yang mendukung dia tumbuh sehat mental dan jasmaninya, jadi dikelilingi orang-orang berbahagia, adalah salah satu hal penting buat saya. Kesimpulannya, biaya mahal yang harus saya bayar nanti nggak sebanding dengan fasilitas psikis yang akan didapat anak saya. Wajar dong saya menuntut banyak, wong bayarnya mahal, lha saya dan suami juga nyari duitnya susah kok. Nah setelah dirundingkan, saya dan papanya Bodhi mencoret sekolah itu.
Lalu sekolah C. Langsung dicoret tanpa pikir panjang, Karena eh karena, masa nih ya anak PG sekolahnya dari jam 8 pagi sampe 3.30 sore. Itu namanya anak saya pindah rumah dong. Trus yang bikin nggak sreg, pas kami survey disuruh masuk gitu aja ngeliat-ngeliat sendiri, nggak dianterin nggak dijelasin, hanya pas kembali ke receptionist disodorin brosur sekolah dan daftar harga. Berarti kalau ada yang mau nyulik anak atau nyolong-nyolong gitu, gampang dong keluar masuk begitu aja. Nah karena jam sekolahnya panjang, otomatis biayanya juga mahal sekali. Jadi dengan tanpa merasa perlu mempertimbangkan, begitu keluar halaman sekolah saya dan papa Bodhi hanya saling pandang dan kompak memutuskan: TIDAK! Tapi yang saya heran, sekolah itu banyaaaaak banget muridnya, laku keras gitu, apa ini artinya saya dan papa nya Bodhi itu anomali ya?
Masih ada dua sekolah lagi yang mau kami lihat-lihat, mudah-mudahan salah satunya ada yang pas di hati. Sebenarnya ada satu sekolah yang saya pengeeeen banget, tapi sebelum survey aja saya udah mundur, soalnya pas nanya-nanya biaya sekolah, sepertinya papa Bodhi harus korupsi dulu demi Bodhi bisa sekolah di situ. Lha mending kalo ada yang bisa dikorupsi, wong yang diurusin duit sendiri yang jumlahnya gak seberapa juga.
Nah setelah curhat panjang lebar sampe yang baca bosen (ini juga kalo ada yang baca), saya itu sebenarnya cuma mau bilang kalo nyari sekolah jaman sekarang itu susahnya ngelebihin susahnya usaha saya dulu yang pengen punya rambut lurus seperti di iklan-iklan shampoo. Setidaknya itu yang saya rasakan. Padahal saya sebenarnya pengennya sederhana lho. Saya pengen anak saya dibimbing guru yang BERBAHAGIA. Kalau gurunya bahagia, lingkungan dia juga akan kebawa bahagia. Lingkungan yang bahagia itu sangat kondusif untuk mempelajari sesuatu dan akan membawa hasil terbaik. Darimana saya bisa sok tahu kalau gurunya nggak bahagia, ya seperti yang saya bilang sebelumnya, dari bagaimana cara mereka menyambut Bodhi ketika dia datang ke sekolah itu, menyambut dengan tulus bukan dengan berpromosi yang sudah diatur sesuai standar. Nah mungkin akan ada yang bilang lagi, kalau kamu ngerasa kamu itu guru terbaik anakmu, nggak usah disekolahin aja anaknya, toh kamu udah ngerasa kamu adalah orang paling berbahagia yang pasti akan sanggup mendidik anakmu jadi generasi super!!! Begini lho...begini ceritanya, saya sih pasti mau banget ngajarin anak saya di rumah, dan itu sudah saya lakukan kok (terserah sih kalau nggak mau percaya). Ketika ada sekolah yang promosi, nanti anak-anak akan diajarkan toilet training, maka hal itu sudah saya ajarkan walaupun dengan pasang surut mood kami berdua (mama dan bodhi maksudnya), saya cukup berbangga mengatakan kami sanggup melaluinya dengan sukses. Ketika dijelaskan salah satu kegiatan sekolah adalah cooking class, maka Bodhi sudah saya ajarkan menyiapkan makanannya sendiri (walaupun akhir ceritanya sering kali ya saya yang menyiapkan dan merapikan yang berceceran, tapi setidaknya dia tahu kalo nyiapin makanan itu ribet jadi jangan coba-coba nggak habisin makanan ya...), dia juga sudah saya ajarkan memotong-motong tempe dan sayuran walaupun akhirnya dia bilang,"mama aja, susah ma...". Ketika dibilang anak-anak dibiarkan mencoret-coret lantai, bermain cat, berkotor-kotorlah pokoknya. Nah, coba dihitung sudah berapa banyak baju yang terkena noda spidol, tembok yang ditulisi grafiti. Jadi, ada hal-hal yang saya ingin Bodhi dapatkan ketika bersekolah yang tidak bisa dia dapatkan di rumah, seperti berkenalan dengan berbagai karakter manusia, bertemu dengan kondisi berbeda dari rumahnya yang saya yakin akan menuntut dia untuk belajar bertahan, survive. Jadi kalau seperti itu alasannya, sebenarnya nggak masalah dong ya kalo dia ketemu guru-guru yang lemes, yang nggak bersemangat, yang kerja di TK cuma karena supaya punya penghasilan tanpa punya tanggung jawab untuk mencetak generasi yang berkualitas. Oooooh tentu masalah buat saya, karena apa?? karena saya sudah bayar!!
Jadi sementara ini saya hanya mencoba untuk optimis dan tetap semangat. Semoga ada sekolah yang sesuai harapan kami. Karena walau tak ada yang sempurna di dunia ini, tapi yang baik tentulah ada. Dan kalau kami tekun mencari pasti akan ketemu.
Demikian curhat tengah malam saya, kritik dan saran saya terima dengan senang hati :)

2 comments:

Anonymous said...

bagus nih postingannya mba, sesuai banget dengan suara hati ibu2 yg sedang cari sekolah buat anaknya, banyak pertimbangan ini itu tentunya biar hati nyaman juga

semoga Bodhi dpt sekolah yg ok ya, biar mamanya ga cenat cenut lagi :)

Luh Ayu said...

hihihi thanks deb, ini cenat cenut yang obatnya gak ada dijual bebas :D