Wednesday, August 28, 2013

Reaksi Gluten

Perkara bahwa gluten dalam tepung terigu baru beres diproses organ pencernaan dalam TIGA HARI, itu saya sudah tahu. Jadi makan makanan yg berbahan terigu atau mengandung gluten secara terus menerus tanpa jeda bisa memicu berbagai macam penyakit. Nah itupun saya paham. Tapi suka banget sama roti dan cake yang sebagian besar  bahan utamanya pasti terigu. Nah itu sering jadi bencana :D

Kalau Bodhi, setiap kali berlebihan konsumsi roti (apalagi plus susu sapi), dipastikan hidungnya meler dan bersin. Bukan pilek, tapi mirip reaksi alergi. Stop terigu dan susu, beres, kering, sembuh.
Nah fakta kalo gluten dan susu itu sifatnya asam bagi tubuh, terbukti ya,tubuh jadi memproduksi lendir, reaksi badan menolak sesuatu yang tidak baik.

Citta, kebanyakan konsumsi terigu (plus susu apalagi) kulitnya jadi berbintik-bintik kasar. Di stop, balik mulus lagi.

Kalau adik saya lebih parah lagi, alerginya akut. Kalau  makan terigu2an di waktu sarapan seperti roti atau mie, kulitnya menebal bahkan pernah sesak nafas dan pingsan. Jadii sekarang selain mengurangi, kalo memang ingin makan mie atau roti dia makan bukan di saat sarapan atau ketika perut belum diisi apa-apa.

Nah yang terakhir ini kejadian dengan saya. Nggak nyangka kalo reaksinya bisa ke mata. Awalnya mata terasa sembab, lalu mulai pink, berair dan gatal. Tapi saya kok ngerasa ini bukan sakit mata yang menular yang disebabkan virus, karena dulu pernah sakit mata dan rasanya pedih plus sakit, tapi kalo merah dan berairnya sama aja.

Hari pertama saya biarin dulu karena belum menggangu, Sabtu kok masih merah dan berair, saya telpon dokter mata cuma praktek sampe jam 1 siang, sementara saya nelpon setengah satu, nggak keburu :D Malamnya kok guateellll banget plus berasa makin sembab. Akhirnya terpikir untuk googling dan dari ciri-cirinya katanya itu alergi. Hmmm alergi apa?? Lalu saya merekonstruksi makanan saya beberapa hari ke belakang. Haaaa akhirnya tersangka didapat!! Saya buanyak makan roti dan cake, ada martabak manis juga, ada roti canai juga daaan ada sekali makan mie. Eh pake sok rajin nyoba resep pake self raising flour segala yang mana sebelumnya nggak pernah. Namanya juga bikin, pasti hasil jadinya banyak dan kudu dihabisin. Yasudah saya pikir mungkin saya coba stop samsek terigu, pasta pun nggak berani coba-coba, pokoknya pengen dibersihin dulu supaya status tersangka si gluten bisa menjadi terdakwa :D Kalau ternyata makin menjadi, saya sudah appointment dengan dokter mata di hari Senin.

Pagi besoknya, seperti rutinitas biasa saya minum jeniper (jeruk nipis peras), setelahnya hanya buah-buahan sampai jam 12 siang saatnya makan 'berat'. Tiap kali lapar makan buah. Lha kok gatalnya hilang, makin sore saya tunggu gak gatal-gatal lagi. Merah dan rasa sembab masih tapi air mata nya stop, yes!! Tunggu sampe malem, sampe besok siangnya, yang merahpun jadi pink. Dan sampai berita ini ditulis, mata saya sudah bersinar berkilau sumringah huehehehe (baru berani nulis begini setelah yakin bener-bener sembuh). Wih baru tahu saya efek bertumpuk gluten di organ cerna bisa macem-macem ya.

Sampe hari ini sih saya masih menghindari gluten, nanti-nanti kalo pengen, makan lagi tapi dibatasi jumlahnya dan nggak tiap hari juga. Intinya: mawas diri nggak napsu hehehe

Friday, April 19, 2013

Berceritalah kepada kami, dan kami siap mendengarkan.





Mama, liat ma Bodhi lagi main jadi Luke Skywalker...
Mama, mau minum teh? Citta buatin teh? Pake biskuit? Ini biskuitnya, makasi sama-sama.... *sambil nyodorin gelas plastik mainannya.

Setiap dua menit, hmm mungkin setiap menit. Mama....begini, mama begitu..., mama kenapa begini..., mama....koko iseng!, mama....Citta ambil mainan Bodhi....

Disaat sedang bisa nemenin main, ya gak apa-apa, seru, lucu. Tapi pas sedang sibuk dengan kerjaan lain, ataupun sekedar ingin membaca satu berita, rasanya haiyaaaa jangan sebentar-sebentar mama, sebentar mama... kan ada papa ituuu yang bisa diajak cerita juga. Atau kalau pas papa sedang nggak ada, palingan saya menggerutu, haduuuh kasi mama baca sebentar kenapa siiih, atau mama masih ngerjain ini bentarrrr lagi ya.... jangan dikit-dikit ngajak mama ngobrol dong.

Tapi begitu belakangan ini saya sering membaca update-an status di media sosial yang sedikit-sedikit curhat, sedikit-sedikit ngomel, sedikit-sedikit meratap-ratap sebagai orang paling menderita sedunia. Mengharap komentar atau tanggapan atau setidaknya like status-nya (di-like berarti setuju kan ya dengan yang ditulis di status), saya jadi berpikir kenapa harus membagi masalahnya di media sosial? Tidak ada teman bercerita yang nyata? Setidaknya bisa di lingkup yang lebih kecil? Walaupun mungkin berceritanya lewat messanger (ya mungkin karena memang orang yang dianggap dekat dan dipercaya tidak selalu ada di samping atau bisa bertatap muka), setidaknya tidak terlalu banyak orang yang tidak berkepentingan yang tahu tentang masalah kita. Karena saya melihat, nggak jarang statusnya karena kesal dengan orang2 terdekatnya. Misal, suami, orang tua, saudara, teman dekat.

Sayapun bukan orang yang bebas dari rasa kesal, sedih. Pengen rasanya memang mengeluarkan uneg-uneg di timeline social media. Tapi ketika baru berpikir seperti itu, ada perasaan lain yang membuat saya berpikir ulang untuk menuliskannya. Bahkan ketika kesal dengan sikap customer/client, walaupun rasanya sudah ingin meracau di timeline, tapi selalu ada yang menahan. Saya juga nggak ngerti perasaan apa ya namanya itu, tapi dia menahan saya supaya berpikir ulang. Karena dia mengatakan, semua itu nggak kekal. Sekarang kamu benci, sebentar lagi kamu nggak tahu ternyata orang itu  bisa melakukan sesuatu yang malah menolong kamu. Atau sekarang kamu senaaaang sekali, ingin memuja-memuji orang itu tapi kamu nggak tahu dalam hitungan menit orang itu yang akan membuat kamu sakit hati. Apalagi mau mengomel tentang orang yang dekat dengan saya, walaupun dengan bahasa yang paling halus sekalipun, dengan kata-kata bersayap, saya sudah takut duluan dengan opini orang. Bukan...bukan pencitraan sebagai orang baik yang tidak pernah punya masalah atau tidak pernah merasa kesal, saya takut bahasa tulisan yang hanya sepotong itu menimbulkan multitafsir. Jika baik, mungkin tidak apa-apa, jika penafsiran salah, bukan lega yang saya rasakan setelah menuliskan uneg-uneg tapi malah makin memperparah masalah saya, setidaknya masalah berperang dengan pikiran saya sendiri. Walau bagaimanapun, orang itu orang yang dekat dengan saya,maka saya pasti, PASTI sedih kalau sampai ada yang berpikiran buruk apalagi sampai mengatai-ngatai orang bersangkutan hanya demi ingin membela saya atau menyenangkan hati saya yang sedang galau sampai harus menuliskan status semacam omelan, keluhan atau ratapan.

Oh ya jadi apa dong hubungannnya dengan kebawelan anak-anak saya, juga hubungannya dengan foto di baris paling atas tulisan ini?

Kenyataan yang saya lihat di social media itu, membuat saya berpikir ulang sebelum menggerutu karena waktu pribadi dan 'gaya bicara' saya seakan-akan direbut anak-anak saya. Saya berpikir kembali, kalau bukan dengan orang tuanya -mama papanya- mereka bercerita, lalu mau cerita sama siapa? Seharusnya bagus dong mereka mau berbagi dengan kami orangtuanya, kalau mereka introvert saya jadinya lebih repot lagi. Apalagi kalo introvertnya sama saya tapi mengumbar cerita di belakang, semisal di media sosial itu. Nah kalo dari mereka kecil mereka udah ngerasa saya nggak mau mendengarkan mereka, saya takut akan terbawa-bawa sampai mereka ABG dan dewasa nanti. Okelah kalau setelah dewasa mereka memang sudah saatnya dan berhak menentukan sikap, berhak untuk tidak menceritakan semua kejadian dalam hidupnya kepada kami orang tuanya, tapi setidaknya ketika mereka berbeda pendapat dengan kami atau ada yang tidak mereka setujui dari sikap kami, mereka mau membicarakannya dengan kami orangtuanya langsung. Orangtua tidak seratus persen benar, tidak sempurna juga sebagai manusia, apalagi makin tua ya biasanya kan makin cerewet (eh sekarang juga udah cerewet sih, padahal masih muda #hmmmm) Jadi, akan menyenangkan jika mereka mau mendiskusikan langsung dengan kami, tidak diam seolah semua baik-baik saja hanya demi menjaga sopan santun, atau malah ketika ada masalah langsung pergi dan tidak mau berkunjung atau melihat kami lagi (amit-amit). Atau....menuliskan kejengkelannya di timeline social media. Walaupun mungkin menuliskannya dengan halus, mengutip kata-kata dari kitab suci segala (ini biasanya untuk yang udah gede), bahkan saya pernah melihat teman saya posting status ABG yang jadi friend dia, yang memaki-maki ibunya karena tidak diberi uang sesuai yang dia minta. Haduh amit-amit, saya bisa mati berdiri kali ya :((

Nah kalau yang di foto itu, gayanya Bodhi atau Citta kalau mereka punya 'secret' yang mau diceritakan ke mama. Biasanya mereka akan bilang begini, "Mama, i have a secret..." trus deketin kuping saya dan was wes wos was wes wos (iya beneran was wes wos bisik-bisik tapi nggak jelas ngomongnya apa), nah cerita jelasnya itu diceritakan dengan volume normal, hahaha jadi bukan rahasia lagi dong ya.

Jadi pengharapan saya ke anak-anak, berarti tanggung jawab juga buat saya dan suami di saat sekarang: untuk mau menjadi pendengar, bisa memberi komentar jika memang diminta, bersedia mendampingi mereka dalam setiap peristiwa yang meraka alami. Saya percaya saat ini yang akan menentukan kejadian nanti. Harus bisa ya :)

Monday, January 7, 2013

Pisang Goreng, ga ada mati nya

Kalau posting sebelumnya tentang secangkir teh, sekarang tentang temannya. Bagi orang Inggris, temannya teh mungkin kue kering? Kalau bagi saya yang paling pas, pisang goreng!
Saya suka banget sama pisang goreng. Dulu sih cuek jajan beli gorengan di abang-abang, sekarang sudah gak berani lagi, walau kadang-kadang masih makan tapi itupun setahun bisa dihitung nggak sampe lebih dari hitungan 10 jari tangan. Dan berhubung juga si pisang goreng ini paling gampang cepat dan anti gagal, ya mending bikin sendiri dong ya. Kerennya lagi, isiannya nggak melulu cuma pisang, kita bisa tambah-tambahkan sesuka hati. Punya keju, boleh dicampur. Adanya kismis boleh juga. Ditaburin keju dan coklat, yummy dong pasti. Pakai wijen, gurih deh.

Nah berhubung adonannya sangat gampang, kalau saya suntuk, ngerasa kesel, sedih, bete nggak jelas saya biasanya bikin pisang goreng untuk meredakannya. Karena kalo bete biasanya kan bawaannya pengen ngemil ya, sementara saya nggak suka cemilan-cemilan dalam kemasan itu, yang paling gampang ya bikin pisang goreng aja. Karena walaupun masak bukanlah hobi yang gimana-gimana banget buat saya, tapi herannya kadang-kadang manjur mengurai kegalauan hati, ehm. Maka itu, nggak bakalan saya bikin sesuatu yang susah dan rumit, berbahan mahal pula. Yang ada nanti saya makin galau kalo ternyata gagal.

Biasanya, pisang gorengnya mateng, keselnya hilang deh :)


Friday, January 4, 2013

Secangkir teh di pagi hari

Ibu saya sering bilang begini: Kalau ada yang buatin teh atau minuman apa aja, selepas bekerja atau saat bangun tidur di pagi hari, nikmatnya luar biasa ya. Keinginan seorang ibu itu seringkali sederhana sekali ya, tapi kita anak-anaknya sering terlalu sibuk dengan diri sendiri sampai melupakan hal-hal paling sederhana yang bisa membuat ibu kita bahagia.

Sekarang setelah saya menjadi ibu, memang terasa secangkir teh di pagi hari atau sepiring sarapan itu memang priceless :) Saya berpikir, begitu kita menjadi seorang istri kemudian menjadi ibu, berarti sudah teken kontrak untuk menjadi yang paling awal bangun di pagi hari. Kecuali mungkin kalau saya punya pembantu ya. Nah sedari kecil saya nggak pernah merasakan punya pembantu rumah tangga. Setelah berumah tangga juga pembantu rumah tangga itu memang hanya membantu membereskan dan membersihkan rumah, dan itupun dia pulang sore dan datang kembali di pagi hari setiap jam 7.30, ya mana mungkin minta dia bikinin sarapan, yang ada seisi rumah sudah kelaparan dong ya.

Eh saya ini sedang mengeluh ya? Nggak iklas ya menjalankan kewajiban? Kalau mau dibilang mengeluh, ya silakan aja. Tapi jujur lho, terkadang pengen sekali-sekali bangun di pagi hari itu sudah tersedia sepiring buah-buahan segar dan segelas air jeruk nipis. Karena beberapa tahun ini, begitulah sarapan saya. Bisa bangun siang itu kalo sakit, tapi bersyukur itu jarang terjadi. Lagian ya mending nyiapin sarapan dong, daripada sakit. Apalagi kalo membandingkan dengan teman-teman saya yang harus bangun pagi-pagi buta karena harus mengejar waktu agar tidak terlambat ke kantor dan masih harus menyiapkan segala printilan supaya anak terjamin saat ditinggal seharian di kantor. Rasanya rutinitas pagi saya belum ada apa-apanya kehebohannya.

Nah makanya itu, kalau ada kesempatan menginap di hotel, bukannya kolam renang, mandi berendam air hangat, atau leyeh-leyeh di kamar hotel yang saya anggap kemewahannya. Tapi bisa sarapan pagi tanpa pusing mikirin mau siapin sarapan apa pagi ini, karena umumnya sudah tersedia segala jenis makanan yang bisa dipilih untuk anak-anak dan kita orang tuanya. Gile, mewah banget rasanya kalo udah begitu :D Tapi saya sudah merasakan beberapa kali, beberapa hari berturut-turut sarapan di hotel, bahkan pernah hampir 3 minggu, tetep bosen juga sih hahaha karena kan kalo sarapan hotel ya pasti rata-rata standard ya jenisnya, kecuali pas dapet di hotel yang bintang lima, lebih spesial biasanya sarapannya. Tapi walaupun bosen, tetep berasa mewah sih, kalo sampe masih ngomel-ngomel juga, hih jadi orang kok gak bersyukur banget sih.

Ya udah gitu aja cerita secangkir tehnya :D

Tuesday, January 1, 2013

I am dreaming of Borobudur!

Sebenarnya sudah dua kali ke Borobudur. Pertama pas kelas 4 SD sama bapak ibu dan adik. Tour de java waktu itu :) Trus yang terakhir, kurang lebih enam tahun lalu, bersama suami (belum ada anak-anak waktu itu) ikut acara puja pelita disana. Sepertinya kenangan yang terakhir itu deh yang bikin saya pengen balik lagi ke Borobudur, tapi dalam suasana yang lebih hening. Dan belakangan ini kok makin berasa kemimpi-mimpi pengen ke Borobudur. Apalagi Citta suka banget ngeliat patung, setiap patung dia sebut Patung Buddha. Citta ini sepertinya anaknya seleranya memang lebih cenderung ke saya deh, suka yang etnik-etnik, suka yang alami gitu. Bedanya cuma Citta suka binatang, saya biasa aja :) Plus lagi, beberapa orang yang saya follow di Instagram (oh yeah i fall in love with Instagram right now) jalan-jalannya ke Jogja dan udah pasti dong ada ke Borobudurnya.

Yang saya inginkan saat ada kesempatan ke Borobudur lagi adalah:
Menginap di penginapan terdekat dengan Borobudur. Saya ingin disana 2 hari 2 malam, besoknya baru menginap di Jogja. Saya ingin yang terdekat, karena ingin bisa menikmati pagi di candi Borobudur (bila perlu sunrise, kalo seandainya anak-anak bisa bangun sepagi mungkin). Kemudian siangnya kami kembali dulu ke hotel untuk makan siang dan istirahat, sorenya kembali lagi ke Borobudur. Kalau memungkinkan saya ingin meditasi disana, setidaknya barang 10 meniiit saja. Saya ingin merasakan aura candi itu (duh sambil menuliskan ini kok saya merinding ya). Katanya kan untuk keliling candi itu butuh waktu seharian, jadi pasti banyak lokasi-lokasi sepi yang tidak didatangi turis, nah inginnya saya,suami dan anak-anak bisa berdiam diri sejenak, meresapi keindahan Borobudur, merasakan getaran khususnya (kalau pas dapet ya, kalo bisa dapet waduh nggak kebayang perasaannya gimana nanti).

Maka itu saya sudah survey untuk menghitung budget,hmmmm untuk berempat cukup tinggi budgetnya  hiks (kok lebih murah liburan ke singapura siiiih). Gimana dong orang-orang gak milih ke luar negeri aje kalo begini. Yang paling berasa itu sih tiket pesawatnya, walaupun saya sudah bandingkan Air Asia dan Garuda, tetep mahal :( Kalo lewat darat sih kayaknya belum memungkinkan ya saat ini.

Kalau hotel, karena udah biasa liat harga hotel di Bali, jadi ngeliat harga hotel di Jogja gak terlalu kaget (bisa dibilang lebih murah) apalagi rent car nya, hampir setengah harga dibanding Bali. Tapi saya udah punya inceran hotel yang saya pengen kalo jadi ke Borobudur. Yaitu Plataran Borobudur.
Ini salah satu foto yang ada di websitenya:

Kalau foto-foto di website mungkin bisa 'menipu' ya, tapi saya lihat foto-foto di Instagram, memang asli indah gila! Kebayang nggak sih bangun tidur dengan melihat pemandangan seperti itu, Borobudur yang agung di kejauhan :). Mau ke Borobudur pun dekat. TAPI, harganya uhuk! bikin saya batuk.

Pilihan lain adalah Manohara Resort. Dari harga, sesuai budget, lokasipun sangat ideal hanya 5 menit jalan kaki ke Borobudur, karena letaknya memang di dalam kawasan Wisata Borobudur.
Ini view juaranya menurut saya kalo di hotel ini:

Nah setelah (mama) puas di Borobudur, baru deh kita ke Jogja, rencanya pengen ajak anak-anak ke sience centre nya. Kuliner? Ya pas laper atau waktunya makan pasti makan lah, nggak nguber pengen nyobain apa-apa di Jogja, dulu udah pernah. Belanja baju, perak, atau apa-aja-penanda-jalan-jalan-ke-jogja, nggak kepengen juga, dulu juga udah pernah (sombong huahahaha).

Jadi, kemana dulu nih? London, Perth atau Jogja? #ini pilihan bingung orang kebanyakan maunya tapi duitnya nggak kebanyakan huahahahaha ketawa miris ini sih.

Wednesday, December 19, 2012

kenapa kami memilih sekolah itu?

Sepertinya gara-gara saya pernah menulis note di Facebook tentang betapa bingungnya saya menentukan pilihan sekolah untuk Bodhi si sulung, maka beberapa teman yang saat ini mengalami kebingungan yang sama dengan yang saya alami dulu sepertinya mengingat hal itu dan bertanya kepada saya mengapa akhirnya saya memutuskan memilih sekolah Bodhi yang sekarang dari sekian banyak sekolah dan sekian banyak kriteria yang saya tetapkan (oh yeaaa mungkin banyak memang yang dulu menganggap saya lebay soal memilih sekolah, sampe nulis note segala haha). Apalagi saya mungkin keliatan adem-adem saja semenjak Bodhi bersekolah disana. Ternyata dijadikan acuan oleh orang lain itu berat bebannya saudara-saudara. Walaupun saya sesungguhnya tak pernah berpromosi, kalau saja menyebutkan beberapa kenyamanan yang saya dan Bodhi rasakan masih tetap mau dianggap berpromosi, yah apa boleh buat. Tapi sekalipun saya tak pernah memaksa apalagi mengajak secara halus ataupun terang-terangan untuk bersekolah disana. Karena saya sendiri tahu dan merasakan, yang dikatan bagus oleh orang lain belum tentu sesuai dengan kebutuhan kita, dalam hal apapun! Bukan hanya soal pilihan sekolah.
Dengan begitu banyak pilihan sekolah saat ini, justru menurut saya bukan memudahkan tapi makin membingungkan. Yang ini menyatakan berstandar international, yang itu menyatakan sekolahnya dijalankan dalam lingkungan religius, yang disini bilang sekolahnya sekolah Holistik, yang disitu bilang sekolahnya adalah sekolah alam. Pusing? Tentu!! Apalagi untuk semua itu biayanya tidak ada yang murah. Walau murah mahal itu relative, tapi disini tetap saja berlaku ada harga ada rupa. Maka dari itu saya menempatkan kriteria biaya bukan yang utama, tanpa bermaksud sombong atau serasa tak kekurangan uang, tapi saya mengerti sekali untuk sekolah yang baik itu perlu biaya terutama untuk kesejahteraan gurunya dan menjaga kenyamanan lingkungan sekolahnya. Sekolah yang nyaman itu bukan saja yang fasilitasnya mewah lho, tapi termasuk juga yang keamanannya baik (perlu biaya untuk bayar gaji satpam, untuk pasang CCTV,dsb). Sekolah yang nyaman itu termasuk juga sekolah yang terjaga kebersihannya (perlu biaya perawatan  bukan?). Tapi, walaupun bukan kriteria nomor satu, tapi tetap masuk dalam daftar kriteria saya, karena tidak mungkin saya memaksakan diri masuk ke sekolah yang uang bulanannya lebih besar dari pendapatan kami per bulannya.
Jadi sekarang-sekarang ini kalau ada yang bertanya, mengapa saya memilih sekolah itu? Saya jawab, karena sekolah itu memenuhi beberapa point dalam kriteria yang kami tetapkan. Oh kenapa tidak mencari sekolah yang memenuhi semua kriteria?? Ya, kalau saya ngotot seperti itu anak saya bisa-bisa nggak sekolah TK dong :D Memangnya ada yang sempurna? Setidaknya sempurna menurut perkiraan kita?
Atau jika ada yang nembak langsung: Memangnya sekolahnya bagus ya? Maka saya akan balik bertanya, kriteria bagus untuk kamu sebagai orangtua dan juga menurutmu akan bagus untuk anakmu, apa? Karena mungkin kriteria kita berbeda.
Jadi kriteria kami apa, dong? Ini dia, kalau ada yang ngotot pengen tahu :)
1. Jarak tempuh dari rumah tidak terlalu jauh, maksimal 30 menit dengan kendaraan. Anaknya masih TK lho ini, lain urusan kalau sudah SMU bahkan kuliah. Mau ke luar negeri ya saya juga ijinkan asal memang ada dananya :D Atau dia bisa mengusahakan beasiswa untuk dirinya sendiri. Dengan memasukkan kriteria jarak saya sudah mempersempit pilihan dari sekian banyak pilihan.
2. Lingkungan sekolah termasuk keamanannya, kapabilitas guru-gurunya, suasananya yang menyenangkan (dimana-mana kalau hati senang, apapun mudah dipelajari kan? Bukan hanya yang science, math, dsb, tapi pendidikan tentang disiplin dan tata tertib pun akan lebih mudah menempel).
Tapi sekolah yang nyaman bukan berarti saya senang lho kalo anak kami lebih memilih tinggal di sekolah daripada pulang ke rumah, waduh kalo itu terjadi kami langsung merasa gagal menciptakan rumah yang nyaman untuk anak-anak saya.  Idealnya bagi kami, saat di sekolah dia senang, saat waktunya pulang diapun merasa senang tidak terpaksa atau sebaliknya saat harus ke sekolah dia merasa senang bukan karena dipaksa.
3. Biaya. Karena kami bukan bayar uang sekolah pakai daun, maka sudah pasti biaya ini masuk kriteria. Karena sudah terbukti, walaupun ada harga ada rupa, tapi yang mahal sekali belum tentu yang terbaik dan sesuai kebutuhan kita.

Sudah, itu saja kriteria kami. Tidak ada kriteria sekolah agama nya? Tidak ada :) Kenapa? Jangan banyak bertanya ke saya kalau soal agama, karena agama bagi saya individual sekali, jadi biarkan kami saja yang tahu alasannya.

Bagaimana dengan bahasa pengantar di sekolah? Sekali lagi kami punya pemikiran sendiri. Jika sekarang Bodhi bersekolah di tempat yang berbahasa utama bahasa Inggris, bukan sok-sok an ya. Karena Bahasa tidak masuk dalam kriteria sewaktu memilih sekolah, seandainya sekolahnya berbahasa Bali utamanya, tapi kalau ternyata dia masuk semua kriteria kami di atas, maka kami akan masukkan Bodhi kesana :) Ketemunya yang pas, ya kebetulan yang berbahasa Inggris. Kebetulan juga Bodhi sudah terbiasa mendengar percakapan dalam bahasa Inggris. Di rumah dia terpapar bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, sedikit mandarin, sedikit bahasa Bali, Jadi kalau sekolah yang masuk kriteria itu berbahasa Rusia misalnya, hmmmm kami masih akan berpikir ulang. Lha nanti kalau dia ada nyerocos bahasa Rusia, gimana saya menanggapinya ??? Jadi kalau dibilang kami tidak Nasionalis, nah di rumah kami berbahasa Indonesia kok, dan Bodhi juga berbahasa Indonesia. Sementara di sekolah, dia akan nyerocos berbahasa Inggris. Sekali lagi, kalo dia bisa paham selain dari Bahasa Indonesia, kenapa tidak? Dengan neneknya kadang-kadang diajak berbahasa Bali atau ketemu nenek Palembang, diajak berbahasa Palembang atau mandarin.

Nah balik lagi kepada banyak teman-teman yang bertanya. Ada yang akhirnya ikut sekolah di tempat yang sama, ada yang puas banget ada juga yang sedikit merasa melenceng dari sekolah ideal sesuai kriterianya. Dari yang baru datang mencoba, ada yang merasa sreg tapi masih bingung apakah anaknya sudah betul-betul butuh bersekolah, dan ada juga yang langsung berkomentar, seperti rumah tidak seperti sekolah. Atau ada juga yang bilang, keci ya sekolahnya :) Jadi, dari sedemikian beranekaragam tanggapan, semakin membuat saya lebih berhati-hati dalam menjawab, mengapa saya memilih menyekolahkan anak disana. Alih-alih berpromosi atau membuat pembenaran atas pilihan saya, saya akan menyarankan si penanya untuk langsung datang ke sekolah, bertemu para staf pengajarnya, merasakan bagaimana suasana di sekolah dan hubungan antara guru dan murid. Tentunya sebelum datang, dia harus berbekal kriteria-kriteria sesuai kebutuhan orang tua dan si anak terutama. Berdasarkan pengalaman pribadi, ketika kita datang dengan kesiapan, klik atau tidaknya bisa langsung terasa di kesan pertama :) Tapi sebaiknya cari juga sekolah yang menyediakan kesempatan uji coba lebih dari sehari karena sehari bagi saya tidak cukup untuk merasakan 'feel' nya, dan juga bukan sekedar datang saat open house, dimana kebanyakan semua kondisi dan situasi sudah 'disiapkan ideal'. Oh ya, mengapa mesti sesuai kebutuhan, bukan berdasarkan yang katanya orang baik yang katanya orang bagus? Karena bagi saya pribadi, sekolah dan guru-gurunya adalah partner saya dalam mendidik anak, karena semakin dia besar dan semakin tinggi kebutuhannya akan sosialisasi selain keluarga intinya saya jujur mengakui ada hal-hal yang membuat saya butuh bantuan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan itu. Kami sadar kami bukan wonder parent, ada hal-hal dimana kami butuh bantuan. Tapi pendidikan utama tetap di pundak kami orangtuanya. Karena sejujurnya dari hati yang paling dalam, saya mengakui kalau saya lebih bangga jika anak saya bisa sesuatu karena dia tahu terlebih dulu tahu dari orangtuanya. Saya lebih merasa terhormat sebagai orangtua, ketika dia bisa bersikap baik karena dia belajar dari orangtuanya. Sekolah hanya melengkapi dan menguatkannya, makanya kami tidak mencari sekolah yang justru memporakporandakan pondasi yang sudah susah payah kami bangun dari rumah. Kami mencari partner yang menguatkan bukan mencari tempat dimana kami bisa menitipkan anak hanya demi sekedar bebas sejenak dari tanggung jawab mendidiknya.
Semoga pilihan kami tidak salah. Dan jikapun ternyata salah, kami akan mengakuinya dengan besar hati karena ini pilihan kami bukan berdasarkan provokasi orang lain. Jadi tidak mungkin mencari kambing hitam kan? Berkurang secuil dosa kami :)

Saturday, October 13, 2012

Ulang Tahun

Entah kenapa ya, sejak masuk usia kepala 3 saya ngerasa ulang tahun itu 'beban'. Bukannya nggak bersyukur sudah dikasi kesempatan sampai sejauh ini. Tapi beban itu hubungannya dengan perayaannya. Kalo sebelum-sebelumnya, mendekati ulang tahun itu urusannya nggak jauh-jauh dari mau traktir siapa dan dimana, atau mau ngapain pas ulang tahun bersama siapa atauuuu pengen kado apa? Yagitudehhh berhubung saya bukan seorang yang punya resolusi ulang tahun (terkadang saya ngerasa diri saya ini terlalu santai tak bertarget), saya jarang sekali hmmm bahkan nggak pernah deh kayaknya meniatkan di usia sekian harus sudah jadi begini-begitu atau sudah punya ini dan itu.
Seperti halnya perlakuan kepada diri sendiri di saat ulang tahun, maka untuk orang lain pun saya berbuat yang sama, kalau ada anggota keluarga atau teman yang berulang tahun, saya sudah sibuk mikirin mau kasi kado apa, mau kasi ucapannya yang seperti apa supaya nggak pasaran dan berkesan. Bahkan untuk keluarga terdekat saya sering menyiapkan acara ulang tahun mereka. Bagi saya ulang tahun adalah sebuah perayaan dengan makan-makan dan kumpul-kumpul, saling kasi kado.
Nah makin kesini, makan nambah usia, saya merasakan sebuah penurunan semangat perayaan ulang tahun yang seperti itu. Saya malah ngerasa agak shock kalo ulang tahun, hah udah umur segini??? Udah ngapain aja?? Kok rasanya cepet banget waktu ya, kadang sejujurnya saya ngerasa saya belum waktunya umur segini. Hahaha ini sih namanya penyangkalan penuaan diri ya.
Dan akibatnya dari perasaan ini, sudah bertahun-tahun saya sangat jarang memberi ucapan selamat ulang tahun kepada teman-teman di FaceBook yang statusnya hanya sekedar teman tanpa pernah bertegur sapa intens. Eh padahal mestinya moment ini yang saya manfaatkan untuk bertegur sapa lagi ya, tapi kok ngeliat time line mereka yang penuh dengan ucapan selamat ulang tahun, saya jadi mengurungkan niat. Yah kadang aja kalo lagi rajin, saya like aja salah satu ucapan selamat ulang tahun dari temannya teman saya hehehe itu sih tetep males ya namanya. Tapi saya tetap berdoa dalam hati, semoga berbahagia selalu ya temanku :) Tapi nggak berlaku sih buat mereka yang tetap intens berkomunikasi dengan saya. Saya menyempatkan diri memberi ucapan selamat dengan kata-kata yang standar tapi sangat bermakna buat saya pribadi. Semoga selalu berbahagia setiap saat. Bahagia itu bisa apa saja kan, dan tentu standar bahagia tiap orang berbeda, dan itu yang saya harapkan bagi mereka yaitu berbahagia dalam kondisi apapun yang mereka sedang alami sekarang. Dan untuk mereka yang saya anggap dekat, saya kasi ucapannya nggak di TimeLine FB nya, tapi saya lebih suka mengirimkan email pribadi. Atau kalau saya punya messanger id nya, saya sapa langsung saja, atau saya sms kalo temen saya itu nggak aktif di FB. Kalau untuk anggota keluarga dekat, saya tetap berusaha bicara langsung, untuk yang lokasinya jauh ya lewat telpon :)
Dan perasaan ini juga yang bikin saya nggak mau ngasi tanggal ulang tahun saya ke FB. Saya bukan tipe yang menyembunyikan umur kalo ditanya, bukan artis ini hehehe. Cuma saya 'malas' menerima ucapan selamat ulang tahun bertubi-tubi hanya karena muncul notification di FB. Berartti mereka nggak inget saya karena saya orang yang berkesan buat mereka, hehehe sebel ya dengan perasaan saya ini?? Ya mau gimana lagi, jujurnya memang begitu. Dan bukan sombong, makin kesini saya nggak ngerasa senang dikasi ucapan selamat ulang tahun (walaupun mungkin yang menuliskan itu memang bersungguh-sungguh ya tidak sekedar wajib setor ucapan hanya untuk dianggap peduli). Saya nggak terlalu gimana gitu dengan ucapan setahun sekali ini, jadi kalo ada yang nggak ngasi ucapan saya malah nggak ngerasa beban hutang harus inget juga ngasi ucapan ke dia saat ulang tahunnya. Apaseeeh kok jadi itung-itungan. Saya sendiri juga sempat ngerasa nggak enak ati lho dengan perasaan saya ini. Kok saya jadi manusia hitung-hitungan, hanya untuk ucapan selamat ulang tahun. Padahal dulunya (sampe sekarang sih masih tersisa sih) saya ini termasuk pengingat ulang tahun teman dan saudara saya lho. Tapi belakangan ini saya sering mengabaikan saja kalau mereka nggak deket-deket banget. Cumaaaa dulu juga saya sudah hitung-hitungan ternyata. Saya BERHARAP ulang tahun sayapun diingat. Dan ketika mereka lupa, saya KECEWA. Nah begitu saya ketemu dengan kesimpulan ini, saya merasa lega. Dulu saya sudah menimbulkan penderitaan bagi diri saya sendiri. Sekarang saya sudah membuat sederhana kehidupan saya. Saya hanya melakukan sesuatu yang saya senangi, termasuk memberi ucapan kepada siapa saja yang memang mau saya salami, jadi saya rela jika seandainya tidak diingat ulang tahun saya oleh mereka yang saya kasi ucapan, karena saya senang memberinya ucapan dan doa bukan karena kewajiban semata. Dan itu ternyata menenangkan jiwa saudara-saudara hehehe.
Perubahan pandangan mengenai ulang tahun juga membuat saya menyederhanakan doa ulang tahun saya. Bagi diri sendiri maupun bagi mereka yang saya salami. Saya hanya ingin mereka bahagia setiap saat. Nggak ada lagi itu, semoga hidupmu bermakna setelah ulang tahun (berarti sebelumnya nggak bermakna??), semoga dikarunia panjang umur (panjang umur tapi sakit-sakitan apa bahagia?), semoga tercapai yang dicita-citakan (ah kalau yang itu saya pribadi malah pengennya tercapainya nggak setahun sekali, kalo bisa saat ini aja gak usah nunggu ulang tahun hihihi) dan bla bla bla. Saya hanya ucapkan semoga berbahagia. Karena bahagia itu, sehat jasmani rohani sudah termasuk, perasaan tercukupi walaupun cita-cita setinggi langitnya belum terkabul adalah bahagia yang sebenar-benarnya.
Eh tapi, kalau saya merasa cukup dengan ucapan singkat padat itu, belum tentu yang nerima ngerasa begitu dong ya. Mana tahu mereka inginnya didoain yang panjang lebar. Ya itu nggak bisa saya kontrol sih hihihi, Yang jelas semoga mereka tahu, saya memberi ucapan dengan energi sukacita yang sesungguhnya lho, saya BENAR-BENAR ingin doa saya itu berhasil di mereka. Jadi yang tidak saya kasi ucapan ulang tahun langsung, yaaa mungkin bagi mereka HANYA berupa like di FB, atau saya berucap dalam hati tanpa mereka bisa tahu, tapi saya sungguh-sungguh. Oh ok, mungkin ada yang bilang, apa susahnya ngetik HBD, panjang umur ya! Terkadang bagi beberapa orang itu sangat berarti lho! Yaaaa itulah seperti apa yang saya bilang, saya hanya mencoba menyederhanakan hidup saya. Toh sudah banyak kok yang kasi selamat, kalaupun saya memberi saya juga ingetnya karena lihat notofication di FB, biarlah ucapan saya menjadi lebih bermakna karena saya senang melakukannya. Nah buat yang memang senang mengetik ucapannya, ya monggo lho ya, selama melakukannya memang karena senang, bukan semata merasa wajib menulis :)
Belakangan ini temen-temen saya yang walaupun masih berkomunikasi tapi lupa sama ulang tahun saya,yaeyalah hari gini yang perlu diinget kan makin banyak dan makin kompleks, ingetnya saya ulang tahun kalau ada postingan cake yang di tag ke saya, oleh siapa lagi kalau bukan suami saya hehehe. Jadi seringnya udah telat beberapa hari gitu baru ada beberapa ucapan buat saya plus sorry sorry karena telat. Hey, sekedar kalian tahu teman-temanku yang baik, nggak perlu sorry, seriuuussaaan. Saya malah senang, udah lewat hari H masih didoakan, muahaahahaha. Itu namanya dapat doa setiap hari setidaknya selama seminggu ke depan :D
Ya begini deeeh, tulisan nggak jelas karena galau udah tua ngerasa belum berbuat apa-apa.
Selamat pagi.... (ayam tetangga mulai ribut, saatnya saya tidur lagi, luamayan kan ini hari minggu bisa lanjut tidur sampe siang. Kan katanya cukup tidur itu salah satu cara mencegah penuaan dini, ahuehuehuehuehe)