Wednesday, December 19, 2012

kenapa kami memilih sekolah itu?

Sepertinya gara-gara saya pernah menulis note di Facebook tentang betapa bingungnya saya menentukan pilihan sekolah untuk Bodhi si sulung, maka beberapa teman yang saat ini mengalami kebingungan yang sama dengan yang saya alami dulu sepertinya mengingat hal itu dan bertanya kepada saya mengapa akhirnya saya memutuskan memilih sekolah Bodhi yang sekarang dari sekian banyak sekolah dan sekian banyak kriteria yang saya tetapkan (oh yeaaa mungkin banyak memang yang dulu menganggap saya lebay soal memilih sekolah, sampe nulis note segala haha). Apalagi saya mungkin keliatan adem-adem saja semenjak Bodhi bersekolah disana. Ternyata dijadikan acuan oleh orang lain itu berat bebannya saudara-saudara. Walaupun saya sesungguhnya tak pernah berpromosi, kalau saja menyebutkan beberapa kenyamanan yang saya dan Bodhi rasakan masih tetap mau dianggap berpromosi, yah apa boleh buat. Tapi sekalipun saya tak pernah memaksa apalagi mengajak secara halus ataupun terang-terangan untuk bersekolah disana. Karena saya sendiri tahu dan merasakan, yang dikatan bagus oleh orang lain belum tentu sesuai dengan kebutuhan kita, dalam hal apapun! Bukan hanya soal pilihan sekolah.
Dengan begitu banyak pilihan sekolah saat ini, justru menurut saya bukan memudahkan tapi makin membingungkan. Yang ini menyatakan berstandar international, yang itu menyatakan sekolahnya dijalankan dalam lingkungan religius, yang disini bilang sekolahnya sekolah Holistik, yang disitu bilang sekolahnya adalah sekolah alam. Pusing? Tentu!! Apalagi untuk semua itu biayanya tidak ada yang murah. Walau murah mahal itu relative, tapi disini tetap saja berlaku ada harga ada rupa. Maka dari itu saya menempatkan kriteria biaya bukan yang utama, tanpa bermaksud sombong atau serasa tak kekurangan uang, tapi saya mengerti sekali untuk sekolah yang baik itu perlu biaya terutama untuk kesejahteraan gurunya dan menjaga kenyamanan lingkungan sekolahnya. Sekolah yang nyaman itu bukan saja yang fasilitasnya mewah lho, tapi termasuk juga yang keamanannya baik (perlu biaya untuk bayar gaji satpam, untuk pasang CCTV,dsb). Sekolah yang nyaman itu termasuk juga sekolah yang terjaga kebersihannya (perlu biaya perawatan  bukan?). Tapi, walaupun bukan kriteria nomor satu, tapi tetap masuk dalam daftar kriteria saya, karena tidak mungkin saya memaksakan diri masuk ke sekolah yang uang bulanannya lebih besar dari pendapatan kami per bulannya.
Jadi sekarang-sekarang ini kalau ada yang bertanya, mengapa saya memilih sekolah itu? Saya jawab, karena sekolah itu memenuhi beberapa point dalam kriteria yang kami tetapkan. Oh kenapa tidak mencari sekolah yang memenuhi semua kriteria?? Ya, kalau saya ngotot seperti itu anak saya bisa-bisa nggak sekolah TK dong :D Memangnya ada yang sempurna? Setidaknya sempurna menurut perkiraan kita?
Atau jika ada yang nembak langsung: Memangnya sekolahnya bagus ya? Maka saya akan balik bertanya, kriteria bagus untuk kamu sebagai orangtua dan juga menurutmu akan bagus untuk anakmu, apa? Karena mungkin kriteria kita berbeda.
Jadi kriteria kami apa, dong? Ini dia, kalau ada yang ngotot pengen tahu :)
1. Jarak tempuh dari rumah tidak terlalu jauh, maksimal 30 menit dengan kendaraan. Anaknya masih TK lho ini, lain urusan kalau sudah SMU bahkan kuliah. Mau ke luar negeri ya saya juga ijinkan asal memang ada dananya :D Atau dia bisa mengusahakan beasiswa untuk dirinya sendiri. Dengan memasukkan kriteria jarak saya sudah mempersempit pilihan dari sekian banyak pilihan.
2. Lingkungan sekolah termasuk keamanannya, kapabilitas guru-gurunya, suasananya yang menyenangkan (dimana-mana kalau hati senang, apapun mudah dipelajari kan? Bukan hanya yang science, math, dsb, tapi pendidikan tentang disiplin dan tata tertib pun akan lebih mudah menempel).
Tapi sekolah yang nyaman bukan berarti saya senang lho kalo anak kami lebih memilih tinggal di sekolah daripada pulang ke rumah, waduh kalo itu terjadi kami langsung merasa gagal menciptakan rumah yang nyaman untuk anak-anak saya.  Idealnya bagi kami, saat di sekolah dia senang, saat waktunya pulang diapun merasa senang tidak terpaksa atau sebaliknya saat harus ke sekolah dia merasa senang bukan karena dipaksa.
3. Biaya. Karena kami bukan bayar uang sekolah pakai daun, maka sudah pasti biaya ini masuk kriteria. Karena sudah terbukti, walaupun ada harga ada rupa, tapi yang mahal sekali belum tentu yang terbaik dan sesuai kebutuhan kita.

Sudah, itu saja kriteria kami. Tidak ada kriteria sekolah agama nya? Tidak ada :) Kenapa? Jangan banyak bertanya ke saya kalau soal agama, karena agama bagi saya individual sekali, jadi biarkan kami saja yang tahu alasannya.

Bagaimana dengan bahasa pengantar di sekolah? Sekali lagi kami punya pemikiran sendiri. Jika sekarang Bodhi bersekolah di tempat yang berbahasa utama bahasa Inggris, bukan sok-sok an ya. Karena Bahasa tidak masuk dalam kriteria sewaktu memilih sekolah, seandainya sekolahnya berbahasa Bali utamanya, tapi kalau ternyata dia masuk semua kriteria kami di atas, maka kami akan masukkan Bodhi kesana :) Ketemunya yang pas, ya kebetulan yang berbahasa Inggris. Kebetulan juga Bodhi sudah terbiasa mendengar percakapan dalam bahasa Inggris. Di rumah dia terpapar bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, sedikit mandarin, sedikit bahasa Bali, Jadi kalau sekolah yang masuk kriteria itu berbahasa Rusia misalnya, hmmmm kami masih akan berpikir ulang. Lha nanti kalau dia ada nyerocos bahasa Rusia, gimana saya menanggapinya ??? Jadi kalau dibilang kami tidak Nasionalis, nah di rumah kami berbahasa Indonesia kok, dan Bodhi juga berbahasa Indonesia. Sementara di sekolah, dia akan nyerocos berbahasa Inggris. Sekali lagi, kalo dia bisa paham selain dari Bahasa Indonesia, kenapa tidak? Dengan neneknya kadang-kadang diajak berbahasa Bali atau ketemu nenek Palembang, diajak berbahasa Palembang atau mandarin.

Nah balik lagi kepada banyak teman-teman yang bertanya. Ada yang akhirnya ikut sekolah di tempat yang sama, ada yang puas banget ada juga yang sedikit merasa melenceng dari sekolah ideal sesuai kriterianya. Dari yang baru datang mencoba, ada yang merasa sreg tapi masih bingung apakah anaknya sudah betul-betul butuh bersekolah, dan ada juga yang langsung berkomentar, seperti rumah tidak seperti sekolah. Atau ada juga yang bilang, keci ya sekolahnya :) Jadi, dari sedemikian beranekaragam tanggapan, semakin membuat saya lebih berhati-hati dalam menjawab, mengapa saya memilih menyekolahkan anak disana. Alih-alih berpromosi atau membuat pembenaran atas pilihan saya, saya akan menyarankan si penanya untuk langsung datang ke sekolah, bertemu para staf pengajarnya, merasakan bagaimana suasana di sekolah dan hubungan antara guru dan murid. Tentunya sebelum datang, dia harus berbekal kriteria-kriteria sesuai kebutuhan orang tua dan si anak terutama. Berdasarkan pengalaman pribadi, ketika kita datang dengan kesiapan, klik atau tidaknya bisa langsung terasa di kesan pertama :) Tapi sebaiknya cari juga sekolah yang menyediakan kesempatan uji coba lebih dari sehari karena sehari bagi saya tidak cukup untuk merasakan 'feel' nya, dan juga bukan sekedar datang saat open house, dimana kebanyakan semua kondisi dan situasi sudah 'disiapkan ideal'. Oh ya, mengapa mesti sesuai kebutuhan, bukan berdasarkan yang katanya orang baik yang katanya orang bagus? Karena bagi saya pribadi, sekolah dan guru-gurunya adalah partner saya dalam mendidik anak, karena semakin dia besar dan semakin tinggi kebutuhannya akan sosialisasi selain keluarga intinya saya jujur mengakui ada hal-hal yang membuat saya butuh bantuan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan itu. Kami sadar kami bukan wonder parent, ada hal-hal dimana kami butuh bantuan. Tapi pendidikan utama tetap di pundak kami orangtuanya. Karena sejujurnya dari hati yang paling dalam, saya mengakui kalau saya lebih bangga jika anak saya bisa sesuatu karena dia tahu terlebih dulu tahu dari orangtuanya. Saya lebih merasa terhormat sebagai orangtua, ketika dia bisa bersikap baik karena dia belajar dari orangtuanya. Sekolah hanya melengkapi dan menguatkannya, makanya kami tidak mencari sekolah yang justru memporakporandakan pondasi yang sudah susah payah kami bangun dari rumah. Kami mencari partner yang menguatkan bukan mencari tempat dimana kami bisa menitipkan anak hanya demi sekedar bebas sejenak dari tanggung jawab mendidiknya.
Semoga pilihan kami tidak salah. Dan jikapun ternyata salah, kami akan mengakuinya dengan besar hati karena ini pilihan kami bukan berdasarkan provokasi orang lain. Jadi tidak mungkin mencari kambing hitam kan? Berkurang secuil dosa kami :)

No comments: